Enam Hal Yang Harus Diperhatikan Ketika Berpuasa
Dalam bukunya Ihya Ulumuddin, Al-Gazali mengatakan ada 6 perkara yang perlu diperhatikan ketika kita berpuasa. Yang enam hal itu adalah :
Pertama, menahan pandangan dan menjaga hati dari lalai mengingat Allah. Sebagaimana dikatakan Rasulullah, pandangan adalah panah beracun dari iblis. Barangsiapa yang meninggalkan pandangan karena takut pada Allah, maka akan didatangkan oleh Allah kemanisan iman dalam hatinya. (dirawikan Al-Hakim dari Huzaifah dan shahih sanadnya)
Kedua, menjaga lidah dari perbuatan yang sia-sia dan berdusta/berbohong. Kalau menahan diri dari makanan dan minuman yang dihalalkan merupakan aspek zhohir dari shoum, maka menahan diri dari ucapan yang diperbolehkan merupakan makna shoum yang sesungguhnya. Sebagaimana dilukiskan Allah dalam QS.19:26. Ucapan Maryam seperti yang telah diabadikan Al Quran ini menunjukkan betapa beliau memahami makna shoum yang sebenarnya. Dengan tidak berbicara sama sekali, Maryam terhindar dari perkataan yang tidak berfaedah. Hal ini juga menunjukkan tingkat kemuliaan seseorang, sebagaimana yang telah dianugerahkan Allah kepada Nabi Zakaria. Lihat QS. 19:7&10.
Ketiga, mencegah pendengaran kita dari mendengar hal-hal yang dilarang Allah maupun yang bersifat makruh.
Keempat, mencegah anggota-anggota tubuh yang lain dari segala hal yang membawa dosa. Demikian juga makanan dan minuman yang subhat ketika berbuka.
Kelima, tidak berlebih-lebihan sewaktu berbuka puasa. Seperti yang dijelaskan dalam hadits Rasulullah bahwa kita berhenti makan sebelum kenyang. Maka bagaimanakah dapat memperoleh faedah puasa dan menundukkan hawa nafsu bila diperoleh oleh yang berpuasa ketika berbuka, apa yang tidak diperolehnya pada siang hari? Bahkan kadang-kadang bertambah lagi dengan berbagai macam makanan, sehingga berjalanlah kebiasaan dengan menyimpan segala macam makanan di bulan Ramadhan. Padahal puasa merupakan sarana latihan untuk bersikap pertengahan dan sederhana dalam segala hal. Karena bila perut kenyang, akan memperberat ibadah. Sebaliknya, bila makan sekedar apa yang diperlukan tubuh agar kuat beribadah, maka akan jernihlah hati dan ringan untuk mengerjakan ibadah. Sehingga dengan demikian kita berharap dapat dibuka untuk memandang alam yang tinggi. Dan malam lailatul qodar adalah malam yang terbuka padanya suatu dari alam malakut. Sebagaimana difirmankan Allah dalam QS.Al-Qadr ayat 1, yang artinya “Sesungguhnya Al-Quran kami turunkan pada malam lailatul qodar”. Dan bila kita masih menjadikan antara hati dan dadanya, tempat penyimpan makanan, maka akan terhijab dari padaNya. Sedang mengosongkan perut saja belum mencukupi untuk mengangkat hijab, sebelum cita-citanya atau tujuan hidupnya kosong selain dari Allah. Dan itulah intinya. Dan pangkal dari semuanya ialah menyedikitkan makanan.
Keenam, sesudah berbuka, hatinya bergantung dan bergoncang antara takut dan harap, karena tidak mengetahui apakah puasanya diterima atau ditolak. Dan hendaklah hal ini dilakukan pada akhir tiap-tiap ibadah yang dikerjakan. Karena itu, marilah kita berupaya agar dapat berpuasa dengan sebenar-benarnya puasa, sehingga ruh keimanan kita akan naik, menjenguk alam malakut dan terbuka kerinduan pada alam akhirat. Itu sebabnya, Allah memberikan pujian kepada para Nabi-NabiNya, karena mereka selalu mengingatkan manusia kepada negeri akhirat. Firman Allah dalam QS. Shod: 45-47. Artinya: “Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya*qub yang telah melakukan kerja besar dan memiliki ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka (menganugerahkan mereka akhlak yang tinggi) yaitu selalu mengingatkan manusia kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar- benar termasuk orang-orang pilihan Kami yang terbaik”.